Penulis: Rudy Widjaja
Penerbit: Bhuana Ilmu Populer, 2013
Kategori: Bisnis/Biografi & Profil Bisnis
ISBN:978-602-249-494-2
“Life is too short for bad coffee.”
Warung
Tinggi Coffee adalah warung kopi paling legendaris di Indonesia.
Berdisi sejak 1878. Kopi kental yang kaya rasa dan terbuat dari
biji-biji unggulan dari seluruh Indonesia adalah andalannya. Mutu adalah
jaminannya. Kepuasan penikmat selalu menjadi prioritasnya. Jika Anda
belum mengenal Warung Tinggi Coffee, Anda belum pantas disebut sebagai
penikmat kopi sejat. Jika Anda belum membaca buku ini, Anda belum pantas
menyebut diri sebagai pecinta kopi.
Konon,
Khaldi, penggembala kambing yang hidup di Ethiopia pada sekitar 300 M,
adalah orang yang pertama kali menemukan kopi. Suatu hari, Khaldi
mencermati bagaimana kambing-kambing peliharaannya menjadi lebih
bersemangat setelah memakan buah-buah merah tanaman kopi.
Rasa
penasaran mendorong Khaldi untuk mencoba buah-buah merah itu. Dan,
setelah merasakan efeknya, ia menceritakan pengalaman itu kepada
orang-orang yang ditemuinya.
Semakin
lama, semakin banyak orang yang mengetahui khasiat buah-buah merah
tanaman kopi. Tidak hanya itu, mereka juga menyadari bahwa ternyata biji
buah tersebut dapat dipanggang dan dijadikan minuman yang nikmat, yang
memberi khasiat yang sama dengan buahnya.
Kini,
kopi tidak hanya diminum demi khasiatnya saja, dan minum kopi juga
bukan hanya kebiasaan sebagian orang, melainkan sudah menjadi gaya
hidup, terutama di kota-kota besar. Bisa dikatakan kopi telah menyatu
dalam pembuluh darah manusia kota supersibuk. Tanpa kopi, mereka seolah
tidak dapat berfungsi dengan baik.
Banyak
jenis kopi olahan diciptakan untuk mengakomodir beragam selera yang
muncul pada zaman ini, berbagai kafe dan kedai kopi pun menjamur di
mana-mana. Tentu saja, semua itu adalah jawaban atas munculnya seribu
satu jenis pengopi, mulai dari penikmat kopi sejati hingga penikmat kopi
yang hanya ngopi demi pergaulan.
Di
antara sekian banyak kedai kopi di Jakarta, ada satu perusahaan kopi
tertua di Indonesia yang terletak di bilangan Hayam Wuruk. Warung Tinggi
Coffee, begitulah namanya, dibangun sejak 1878 dan memiliki sejarah
panjang dalam dunia perkopian. Sejarah panjang yang lahir dari kecintaan
pendiri dan para penerusnya terhadap minuman bernama kopi ini telah
melahirkan beragam jenis kopi murni berkualitas yang tidak hanya
terbukti dapat mengikuti tren zaman, tetapi juga tetap unggul dalam
tekstur dan cita rasa.
Warung
Tinggi Coffee memang bukan sembarang penyedia kopi. Kopi telah mendarah
daging dan menjadi napas pemilik dan para penerusnya. Mereka percaya
bahwa ada filosofi yang dalam di balik warna kopi yang pekat, yang hanya
dapat dimaknai para penikmat sejatinya.
“Kopi
bukan hanya masalah aroma, seperti kebanyakan kopi yang beredar
sekarang ini, melainkan lebih mengenai rasa,” demikian Rudy Widjaja,
pemilik Warung Tinggi Coffee, berkata. Seperti halnya manusia, kopi juga
memiliki karakter. Dan, Warung Tinggi Coffee adalah jaminan kopi
berkarakter yang hanya menawarkan kepuasan sejati kepada penikmatnya,
bukan sekadar di lidah, melainkan di sekujur tubuh.
***
Pada
1878, seorang laki-laki bernama Liauw Tek Soen mendirikan sebuah kedai
kopi di Jalan Moolen Vliet Oost (Batavia)—yang sekarang dikenal dengan
nama Jalan Hayam Wuruk—di atas tanah seluas 500 meter persegi yang lebih
tinggi daripada lahan di sekitarnya.
Sebagian
besar bangunan dibuat dengan kayu jati, dengan arsitektur yang unik dan
dibagi menjadi beberapa bagian. Bagian paling depan untuk tempat
berdagang, yang di kanan dijadikan warung nasi, di kiri untuk toko
kelontong. Bagian tengah dipakai untuk berdagang jahitan karya Liauw Tek
Soen yang pada masa itu dikenal pandai menjahit.
Ruang
dalam dibagi menjadi beberapa bagian. Di kiri dan kanan bagian tengah
terdapat kamar tidur, di tengah-tengahnya adalah ruang tamu. Di sana,
terdapat tangga kayu menuju lantai dua, tempat menyimpan barang-barang
kebutuhan usaha.
Di
bawah tangga terdapat ruang kecil yang terbuat dari beton berukuran
tiga kali dua meter yang dilengkapi dengan pintu besi. Ruang antiapi ini
adalah tempat menyimpan uang, barang-barang berharga, dan surat-surat
penting.
Di
bagian tengah bangunan yang berada di sisi selatan dibuat ruang terbuka
yang diberi terali besi, berguna untuk melancarkan sirkulasi udara di
dalam bangunan. Juga, ada ruangan yang dijadikan tempat sembahyang yang
dilengkapi dengan sumur.
Di
sisi utara bangunan terdapat tempat tinggal untuk karyawan. Di bagian
ini terdapat anak tangga ke atas, tempat menjemur kopi.
Bagian terakhir adalah bagian belakang, terletak di sebelah timur, digunakan sebagai tempat menyimpan bahan bakar.
Bangunan
yang kemudian dikenal dengan nama Warung Tinggi ini menghadap ke sungai
Ciliwung dengan jembatan yang terbuat dari batang-batang pohon kelapa,
yang menghubungkan Jalan Hayam Wuruk dengan Jalan Gajah Mada. Sedianya,
di sungai inilah penduduk setempat mandi, mencuci, dan melakukan beragam
aktivitas lainnya yang berkenaan dengan air, diselingi getek-getek
bambu yang berseliweran, transportasi untuk menyeberangi sungai.
Di
belakang Warung Tinggi terhampar sawah yang sangat luas, yang di
kemudian hari menjelma menjadi Jalan Sawah Besar. Di sekitar sawah
tampak rumah-rumah penduduk yang mata pencahariannya mengolah
sawah-sawah tersebut.
Dibandingkan
bangunan-bangunan lain di sekitarnya, Warung Tinggi memang tampak
tinggi dan megah sehingga orang-orang sekitar menamainya berdasarkan
ciri tersebut—Warung Tinggi. Di tempat inilah orang-orang berbelanja. Di
tempat ini jugalah mereka duduk-duduk santai sambil menikmati makanan
ringan dan secangkir kopi dengan mengangkat sebelah kaki. Setelah kopi
pesanan siap di meja, kopi yang masih mengepul-ngepul itu pun dituang ke
tatakan, ditiup-tiup, kemudian diseruput, dengan begitu ampasnya tidak
ikut terminum. Seperti inilah cara menikmati kopi yang sangat nikmat
pada zaman itu.
Sumber :
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2014/01/06/warung-tinggi-coffee-warung-kopi-legendaris-indonesia-sejak-1878-624459.html
By ADA Kopi
Label:
art,
barista,
cafe,
cangkir,
cappucino,
coffeshop,
filosofi kopi,
kedai kopi,
kemerakan,
kopi,
kopi tator,
kopi tubruk,
krian,
latte,
mochaccino,
nusantara,
warkop,
warkop krian
Posting Komentar